Pengelanaan dan Karya Kiai Ihsan Jampes

Bang Imam
0
Pengelanaan dan Karya Kiai Ihsan Jampes
__________________________

Syahdan, tidak lama dari mimpinya yang monumental itu, untuk pertama kali dalam hidupnya, Bakri keluar dari pesantren ayahnya untuk melanglang buana mencari ilmu dari satu pesantren ke pesantren lain.

Beberapa pesantren yang sempat disinggahi Kiai Ihsan kecil adalah Pesantren Bendo Pare Kediri asuhan KH. Khozin (paman Bakri sendiri), Pondok Pesantren Jamseran Solo, Pondok Pesantren asuhan KH. Dahlan Semarang, Pondok Pesantren Mangkang Semarang, Pondok Pesantren Punduh Magelang, Pondok Pesantren Gondanglegi Nganjuk, dan Pondok Pesantren Bangkalan Madura asuhan KH. Kholil, sang ‘Guru Para Ulama’.

Dari rihlah ‘ilmiah-nya, ada satu kebiasaan yang sering dilakukan Bakri, yakni ia tidak pernah menghabiskan banyak waktu di pesantren-pesantren tersebut. Misalnya, untuk belajar Alfiah Ibnu Malik yang berisi seribu bait tentang rumus dan teori Gramatika Arab (Nahwu dan Sharf) Bakri belajar dari KH. Kholil Bangkalan dan hanya menghabiskan waktu dua bulan; belajar ilmu falak (astronomi) kepada KH. Dahlan Semarang dan hanya tinggal di pesantrennya selama 20 hari; sedangkan di Pesantren Jamsaran Kediri ia hanya tinggal selama satu bulan. Namun demikian, ia selalu berhasil menguasai dan ‘memboyong’ ilmu para gurunya tersebut dengan kemampuan di atas rata-rata.

Keunikan lainnya yang dapat disimak yaitu di setiap pesantren yang ia singgahi, Bakri selalu ‘menyamar’. Ia tidak mau dikenal sebagai ‘gus’ (sebutan anak kiai); tidak ingin diketahui identitas aslinya sebagai putra kiai tersohor, KH. Dahlan Jampes. Bahkan, setiap kali kedoknya terbuka sehingga santri-santri tahu bahwa ia adalah gus dari Jampes, dengan serta merta ia akan segera pergi, ‘menghilang’ dari pesantren tersebut untuk pindah pesantren lain. Alih-alih kebiasaan atau tradisi di dunia pesantren yang sering kali mengelu-elukan dan memanjakan para gus, anak kiai, seringkali “memabukkan” dan membius para gus, mereka kebal hukum dan peraturan pesantren, dan berujung pada ketidak seriusan belajar. Dan tradisi itulah yang hendak dihindari oleh Bakri, lantaran di mata Bakri tradisi itu tidak kondusif dalam proses belajar dan sering kali membentuk karakteristik feodal yang tidak baik.

Pada tahun 1932, setelah selesai melalui tour ilmiyah itu, Bakri inobatkan menjadi pengasuh atau pemimpin Pondok Pesantren Jampes, Kediri. Sejak saat itulah Bakri terkenal sebagai pengasuh Pesantren Jampes. Ada banyak perkembangan yang signifikan di Pesantren Jampes setelah Syekh Ihsan diangkat sebagai pengasuh. Secara kuantitas, misalnya, jumlah santri terus bertambah dengan pesat dari tahun ke tahun, semula sekitar 150 santri menjadi sekitar 1000 santri lebih, sehingga Pesantren Jampes harus diperluas hingga memerlukan 1,5 hektar tanah. Secara kualitas, materi pelajaran juga semakin terkonsep dan terjadwal dengan didirikannya Madrasah Diniyah Mafatihul Huda pada 1942.

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)