Hebatnya Santri, Dulu dan Sekarang

Bang Imam
0
Tiga Ibu Nyai
Oleh: Hj.Upik Rofiqoh Imanulhaq (Pengasuh PP Al Mizan)
Sebagai Santri, saya beruntung mendapat bimbingan langsung dari beberapa Ibu Nyai.
Saat di Baitul Arqom Bandung, saya menyaksikan keseharian Nyai Hj. Idhoh Ali Imran dlm melayani Kyai Ali, mengelola Pesantren, memfasilitasi kegiatan kemasyaraktan dan menyelesaikan konflik baik internal atau eksternal.
Kebetulan adik bungsu Kang Maman, Dede Lilik, menikah dg salah satu putera Bu Nyai, Fahmi Ali Imran, kami sering berdiskusi bagaimana mengurus pesantren.
Nyai Idhoh Ali Imran adalah sosok perempuan tangguh, mandiri dan seperti kakaknya, almarhum KH. Ilyas Ruhiyat (Rais Amm PBNU), beliau rendah hati dan santun.
Saat di Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang, saya mendapat kesan kuat tentang pentingnya perempuan memiliki semamgat keilmuan dan juga riyadhoh. Yang memberi dua hal itu adalah Mbah Nyai Sa’diyyah Wahab.
Mbah Nyai selalu memberi nasehat agar para santri tetap Istiqamah memegang nilai-nilai kesantrian.
Itu saat saya jadi Santri Zaman Old.
Saat saya sdh py anak dan cucu, juga aktif sbg Ketua Fatayat NU Kab. Majalengka, disamping ngurus Ponpes Al-Mizan dan mendampingi Suami yg “hyperaktif”, saya menemukan sosok Bu Nyai yg cerdas, hangat dan rendah hati.
Beliau adalah Nyai Hj. Nurhayati.
Tidak ada sedikitpun sikap angkuh, jaim dan menganggap remeh orang. Itulah sosok istri Ketua Umum PBNU. Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj ini.
Bila saya WA, Nyai Said Aqil menjawab dg informasi yg kita butuhkan. Sapaannya membuat saya merasakan kasih sayang seorang Ibu.
Begitu pula nasehat dan doa beliau dan Kyai Said membuat saya dan suami merasa punya pembimbing dan penjaga dlm mengarungi langkah kehidupan ke depan.
Tentu masih banyak tauladan dari Para Bu Nyai yg dirasakan kita sebagai Santri NOW.
Tags

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)